“Saya ingin bebas! Saya berharap untuk bisa berbahagia! Tapi
kebebasan saya hanya dapat diperoleh bila orang di sekitar saya merasa
bebas. Saya hanya dapat merasa bahagia apabila orang disekitar saya pun
merasa bahagia. Saya hanya bisa nyaman, apabila orang-orang yang saya
temui dan saya lihat di dunia ini merasa nyaman. Dan saya hanya dapat
makan dengan nyaman apabila orang lain juga dapat merasa nyaman dengan
makan seperti saya. Dan untuk alasan tersebut, dari diri saya sendiri,
saya memberontak menantang setiap bahaya yang mengancam kebahagiaan dan
kebebasan saya…” (The Brickbunner Magazine, B. Traven).
Anarkisme/Anarki. Sebuah kata yang kerap kali didengar dan diucapkan,
tetapi selalu dalam konotasi makna yang negatif. Berbagai tindakan
kekerasan, penghancuran mal maupun toko, pembunuhan, selalu
dikonotasikan sebagai tindakan Anarkis.
Makna filosofis dan idealisme
yang terdapat dalam kata Anarkisme hilang sama sekali. Sebuah pemikiran
intelektual yang merupakan sebuah filsafat pemusnahan sebuah monopoli
ekonomi, institusi politik dan sosial dihapus dengan sebuah asumsi yang
bodoh bahwa Anarkisme/Anarki hanyalah sebuah aksi atau tindakan brutal
dari sekelompok orang yang melakukan pemberontakan fisik.
Kata Anarkisme / Anarchy berasal dari bahasa Yunani : an-archos,
yang berarti tanpa pemerintah atau tanpa penguasa. Interpretasi dari
kaum Anarkis sendiri berarti “Tidak ada yang menjadi penguasa diatas
semua orang (Nobody being boss over anybody else)”. Anarkisme sangat
mengutamakan perbaikan peningkatan kesempatan individual yang dapat
berguna bagi masyarakat. Penentangan terhadap segala bentuk hegemoni
dari sebuah sistem –terutama yang terkontaminasi oleh budaya
kapitalisme– terhadap setiap individu menjadi prioritas agenda
perlawanan masyarakat Anarkis. Anarkisme bukanlah sebuah ide utopia
yang disampaikan oleh pemikir-pemikir yang imaginatif, tetapi merupakan
kesimpulan logika dari penelitian mengenai kebobrokan sistem sosial
yang ada pada saat ini.
Perlawanan kaum Anarkis menitikberatkan kepada penghancuran segala
bentuk institusi yang bersifat menekan. Walaupun kapitalisme merupakan
sebuah format besar dalam organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dalam
hal produktifitas, kaum kapitalisme tidak akan dapat berkembang tanpa
adanya sebuah kekuatan dari institusi lain yang dapat mengontrol dan
menekan masyarakat. Institusi itulah yang disebut Negara. Negara itu
sendiri akhirnya memiliki ketegori terselubung sebagai sebuah otoritas
yang mengekang segala kebebasan individu yang justru tidak pernah
disadari oleh setiap orang yang merasa dirinya bagian dari yang
tertindas. Manusia yang selama ini dikatakan mempunyai hak penuh untuk
hidup sebagaimana layaknya manusia yang bebas, secara tidak sadar ia
tidak lagi hidup seperti manusia tetapi justru seperti robot yang
bergerak atau tidaknya diatur oleh remote control yang berada di tangan
negara. Karena itu secara teknis untuk menggantikan organisasi negara,
akan dibentuk sebuah federasi yang beranggotakan komunita-komunita
bebas, yang akan berasosiasi antara satu sama lain untuk kepentingan
bersama dalam masalah ekonomi dan sosial. Asosiasi antara
komunita-komunita tersebut akan didasari oleh perjanjian dan kontrak
yang bebas. Penggantian dari semua kebobrokan sistem ekonomi kapitalis
dilakukan dengan mendirikan asosiasi yang bebas berdasarkan ko-operasi
antara semua pihak yang produktif.
Kekuasaan birokrat yang semakin berkembang dalam menjaga dan
mengamankan kehidupan seseorang dari bayi sampai ajal merupakan halangan
yang semakin besar bagi ko-operasi antar manusia dan menghancurkan
setiap kemungkinan untuk perkembangan setiap sistem yang baru. Sebuah
sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan kesejahteraan sebagian
besar masyarakat demi memenuhi kerakusan untuk kekuasaan dan kekayaan
kaum minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua hubungan sosial,
yang kemudian menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama manusia.
Dari sistem ini juga timbul reaksi sosial dalam bentuk fasisme, sebuah
paham yang mempunyai obsesi untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut
berabad-abad yang lalu, dan yang ingin menggunakan institusi negara
untuk mengontrol setiap aspek kehidupan manusia. Sama seperti berbagai
macam sistem teologi agama, Tuhan adalah segalanya sedangkan manusia
tidak ada apa-apanya, untuk teologi politik moderen ini, negara adalah
segalanya dan manusia tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti “keinginan
Tuhan”, selalu ada keinginan kaum minoritas yang terselubung di balik
“keinginan (kepentingan) negara”, yang dipaksakan kepada mayoritas
masyarakat.
Karenanyalah Anarkisme hadir untuk menjawab dilema arogansi otoritas
negara dan segala bentuk kekuasaan yang absolut. Eksistensi Anarkisme
adalah sebagai kontra arogansi yang otoriter.
Sumber: http://pustaka.otonomis.org/2006/08/02/teori-positif-anarkisme/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar