Sabtu, 02 November 2013

Teori Positif Anarkisme

“Saya ingin bebas! Saya berharap untuk bisa berbahagia! Tapi kebebasan saya hanya dapat diperoleh bila orang di sekitar saya merasa bebas. Saya hanya dapat merasa bahagia apabila orang disekitar saya pun merasa bahagia. Saya hanya bisa nyaman, apabila orang-orang yang saya temui dan saya lihat di dunia ini merasa nyaman. Dan saya hanya dapat makan dengan nyaman apabila orang lain juga dapat merasa nyaman dengan makan seperti saya. Dan untuk alasan tersebut, dari diri saya sendiri, saya memberontak menantang setiap bahaya yang mengancam kebahagiaan dan kebebasan saya…” (The Brickbunner Magazine, B. Traven).

Anarkisme/Anarki. Sebuah kata yang kerap kali didengar dan diucapkan, tetapi selalu dalam konotasi makna yang negatif. Berbagai tindakan kekerasan, penghancuran mal maupun toko, pembunuhan, selalu dikonotasikan sebagai tindakan Anarkis.
Makna filosofis dan idealisme yang terdapat dalam kata Anarkisme hilang sama sekali. Sebuah pemikiran intelektual yang merupakan sebuah filsafat pemusnahan sebuah monopoli ekonomi, institusi politik dan sosial dihapus dengan sebuah asumsi yang bodoh bahwa Anarkisme/Anarki hanyalah sebuah aksi atau tindakan brutal dari sekelompok orang yang melakukan pemberontakan fisik.

Kata Anarkisme / Anarchy berasal dari bahasa Yunani : an-archos, yang berarti tanpa pemerintah atau tanpa penguasa. Interpretasi dari kaum Anarkis sendiri berarti “Tidak ada yang menjadi penguasa diatas semua orang (Nobody being boss over anybody else)”. Anarkisme sangat mengutamakan perbaikan peningkatan kesempatan individual yang dapat berguna bagi masyarakat. Penentangan terhadap segala bentuk hegemoni dari sebuah sistem –terutama yang terkontaminasi oleh budaya kapitalisme– terhadap setiap individu menjadi prioritas agenda perlawanan masyarakat Anarkis. Anarkisme bukanlah sebuah ide utopia yang disampaikan oleh pemikir-pemikir yang imaginatif, tetapi merupakan kesimpulan logika dari penelitian mengenai kebobrokan sistem sosial yang ada pada saat ini.

Perlawanan kaum Anarkis menitikberatkan kepada penghancuran segala bentuk institusi yang bersifat menekan. Walaupun kapitalisme merupakan sebuah format besar dalam organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dalam hal produktifitas, kaum kapitalisme tidak akan dapat berkembang tanpa adanya sebuah kekuatan dari institusi lain yang dapat mengontrol dan menekan masyarakat. Institusi itulah yang disebut Negara. Negara itu sendiri akhirnya memiliki ketegori terselubung sebagai sebuah otoritas yang mengekang segala kebebasan individu yang justru tidak pernah disadari oleh setiap orang yang merasa dirinya bagian dari yang tertindas. Manusia yang selama ini dikatakan mempunyai hak penuh untuk hidup sebagaimana layaknya manusia yang bebas, secara tidak sadar ia tidak lagi hidup seperti manusia tetapi justru seperti robot yang bergerak atau tidaknya diatur oleh remote control yang berada di tangan negara. Karena itu secara teknis untuk menggantikan organisasi negara, akan dibentuk sebuah federasi yang beranggotakan komunita-komunita bebas, yang akan berasosiasi antara satu sama lain untuk kepentingan bersama dalam masalah ekonomi dan sosial. Asosiasi antara komunita-komunita tersebut akan didasari oleh perjanjian dan kontrak yang bebas. Penggantian dari semua kebobrokan sistem ekonomi kapitalis dilakukan dengan mendirikan asosiasi yang bebas berdasarkan ko-operasi antara semua pihak yang produktif.

Kekuasaan birokrat yang semakin berkembang dalam menjaga dan mengamankan kehidupan seseorang dari bayi sampai ajal merupakan halangan yang semakin besar bagi ko-operasi antar manusia dan menghancurkan setiap kemungkinan untuk perkembangan setiap sistem yang baru. Sebuah sistem yang dalam setiap tindakannya mengorbankan kesejahteraan sebagian besar masyarakat demi memenuhi kerakusan untuk kekuasaan dan kekayaan kaum minoritas, sudah pasti akan memusnahkan semua hubungan sosial, yang kemudian menuju kepada perang (yang abadi) antara sesama manusia. Dari sistem ini juga timbul reaksi sosial dalam bentuk fasisme, sebuah paham yang mempunyai obsesi untuk kekuasaan, melebihi monarki absolut berabad-abad yang lalu, dan yang ingin menggunakan institusi negara untuk mengontrol setiap aspek kehidupan manusia. Sama seperti berbagai macam sistem teologi agama, Tuhan adalah segalanya sedangkan manusia tidak ada apa-apanya, untuk teologi politik moderen ini, negara adalah segalanya dan manusia tidak ada apa-apanya. Dan juga seperti “keinginan Tuhan”, selalu ada keinginan kaum minoritas yang terselubung di balik “keinginan (kepentingan) negara”, yang dipaksakan kepada mayoritas masyarakat.

Karenanyalah Anarkisme hadir untuk menjawab dilema arogansi otoritas negara dan segala bentuk kekuasaan yang absolut. Eksistensi Anarkisme adalah sebagai kontra arogansi yang otoriter.

Sumber:   http://pustaka.otonomis.org/2006/08/02/teori-positif-anarkisme/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar