Pergerakan
punk/hc yang sesungguhnya adalah sebuah gerakan revolusioner
anti-penindasan dan sebuah gerakan libertarian dari kelompok orang-orang
yang tidak puas dengan kondisi dunia saat ini. Sebuah counter-culture…
Punk,
hc atau apa pun namanya, dalam konteksnya, adalah sebuah gerakan
resistensi. Kita semua dapat mempelajari mengenai soal tersebut dari
sejarah munculnya budaya punk, hingga perkembangannya ataupun berbagai
gerakannya dalam ruang lingkup sosial politik. Kita lihat dulu dari band
the Sex Pistols, sebuah band punk yang pada masanya merupakan sebuah
ancaman yang cukup besar bagi sistem pemerintahan monarki di Britania
yang dipimpin oleh Ratu Elizabeth. Band ini pada zamannya sangat
mencolok karena selain mereka tampil dengan penampilan yang “shocking”
dan unik, mereka juga tampil terang-terangan menghujat sang ratu,
mengibarkan bendera anarkisme, dan mempropagandakan nihilisme.
Pada inti dari pergerakan awalnya (sebelum merekja mengubah haluan dari konsep revolusi kepada masalah uang), mereka terang-terangan membuka kebobrokan dari sistem monarki, dimana pada masa itu jumlah pengangguran di Inggris sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan dan tampaknya kaum kelas penguasa malah semakin kaya seiring dengan semakin menurunnya taraf hidup kelas menengah ke bawah dan kelas pekerja. Dari situ kita dapat melihat bagaimana pada awal kemunculannya, budaya punk adalah sebuah budaya penentangan, budaya resistensi terhadap ketidakseimbangan sistem yang beralaku.
Pada inti dari pergerakan awalnya (sebelum merekja mengubah haluan dari konsep revolusi kepada masalah uang), mereka terang-terangan membuka kebobrokan dari sistem monarki, dimana pada masa itu jumlah pengangguran di Inggris sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan dan tampaknya kaum kelas penguasa malah semakin kaya seiring dengan semakin menurunnya taraf hidup kelas menengah ke bawah dan kelas pekerja. Dari situ kita dapat melihat bagaimana pada awal kemunculannya, budaya punk adalah sebuah budaya penentangan, budaya resistensi terhadap ketidakseimbangan sistem yang beralaku.
Gerakan
resistensi yang mengantar kaum muda yang putus harapan kepada sebuah
idealisme baru mengenai pemberontakan kaum muda, tidak padam walau pun
the Sex Pistols pada akhirnya menjadi sell-out (berkolaborasi dengan kaum kapitalis demi keuntungannya sendiri). Kemunculan band anarcho-punk
CRASS, turut mempelopori gerakan politisasi bagi kaum punk yang
menggabungkan konsep pemberontakan dari punk dengan konsep anarkisme.
Dengan lirik-liriknya band tersebut mempopulerkan gerakan resistensi
langsung menentang pemerintahan dan menolak tunduk pada sistem
kapitalisme. Dengan kata lain mereka setidaknya membuka mata massa punk
mengenai perlunya meniadakan konflik horizontal (melawan sesama kaum
tertindas) sehingga akhirnya menggugah kepada konflik vertikal (melawan
kepada kaum penindas). Pergerakan ini menjadi sebuah influence
bagi banyak gerakan kaum punk anarkis hingga saat ini, dan seiring
dengan kemunculan band ini di berbagai tempat lain juga mulai muncul
band-band atau pun organisasi-organisasi independen, kolektif dan
berbagai komunitas d.i.y.
Dari
kemunculan budaya ini, akhirnya melalui berbagai tahapan dan
pergerakan, muncul gerakan-gerakan resistensi lain, yang juga mengarah
kepada penyerangan terhadap sistem. Seperti juga kemunculan budaya punk,
terbit juga budaya mengenai konsep pengendalian diri, menjauhkan diri
dari segala jenis produk yang dianggap beracun yang diedarkan oleh kaum
kapitalis. Budaya pengendalian diri tersebut dikenal dengan Straight Edge, yang pertama kali dipopulerkan oleh band MINOR THREAT. Kalau kita melihat sepintas, budaya SxE
tersebut bila dirunut lagi mengarahkan kita semua kepada ketidakadilan
sebuah sistem. Sebuah sistem kapitalis yang mendistribusikan
produk-produknya yang cenderung menjadikan massa menjadi self-destruct,
menganggap massa sebagai sebuah komoditi. Dari situ kita dapat melihat,
bahwa bagaimanapun juga baik gerakan awal punk, maupun perkembangan
dari punk seperti SxE, semua mengarahkan massa punk/hc pada satu konsep yaitu : penentangan terhadap sistem setan kapitalisme.
Pada masa dewasa ini, banyak dapat kita temukan band-band SxE yang menggabungkan konsep SxE
dengan konsep-konsep libertarian seperti anarkisme. Hal seperti ini
tampak sebagai sebuah gerakan yang menggembirakan, karena walau
bagaimana pun juga sebenarnya SxE, veganisme, anarkisme atau gerakan libertarian apapun, pada akhirnya akan mengarah pada satu sumber, melawan kapitalisme.
Seperti juga gerakan skinhead yang pada awalnya tampak “kurang politis”. Pada masa ini mulai dimunculkan pengertian-pengertian bahwa budaya working class seperti skinhead sebenarnya juga berkaitan dengan gerakan politis. Karena walau bagaimana pun, working class adalah bagian terbesar dari roda yang menjalankan produksi-produksi yang sering digunakan bagi kepentingan kaum kapitalis. Working class adalah sebuah kelas yang digunakan, ditindas dan ditipu oleh kaum kapitalis, oleh karena itu sepertinya sangat absurd kalau skinhead yang dimulai oleh budaya working class itu menjadi gerakan yang sama sekali apolitik. Gerakan politik tersebut kini ditangkis oleh berbagai gerakan yang mayoritas didominasi oleh skinhead seperti organisasi ARA (Anti Racist Action) atau pun RASH (Red and Anarchist Skinhead), yang secara jelasjuga merupakan sebuah gerakan politikal penentangan terhadap sistem kapitalisme.
Yang sangat disayangkan adalah-sebuah fenomena yang terjadi dinegeri sialan ini, yaitu, bahwa bagaimana sebuah budaya resistensi yang radikal menjadi hanya sebuah budaya tren global dari kapitalisme. Budaya punk yang sebenarnya sudah dikenal disini sejak sekitar lima sampai sepuluh tahun yang lalu tak ubahnya sebagai sebuah budaya pop. Punk/hc disini hanya diterima sebagai sebuah entertainment, tidak lebih. Belum pernah massa punk/hc disini membuat pergerakan-pergerakan nyata dalam menentang kapitalisme, selain hanya mengkonsumsi produk kapitalisme secara buta. Tak pernah ada kesadaran disini mengenai hal-hal konsumerisme (yang sebenarnya adalah anak emas dari kapitalisme), dan bagaimana seharusnya kita berdiri menentangnya.
Seperti juga gerakan skinhead yang pada awalnya tampak “kurang politis”. Pada masa ini mulai dimunculkan pengertian-pengertian bahwa budaya working class seperti skinhead sebenarnya juga berkaitan dengan gerakan politis. Karena walau bagaimana pun, working class adalah bagian terbesar dari roda yang menjalankan produksi-produksi yang sering digunakan bagi kepentingan kaum kapitalis. Working class adalah sebuah kelas yang digunakan, ditindas dan ditipu oleh kaum kapitalis, oleh karena itu sepertinya sangat absurd kalau skinhead yang dimulai oleh budaya working class itu menjadi gerakan yang sama sekali apolitik. Gerakan politik tersebut kini ditangkis oleh berbagai gerakan yang mayoritas didominasi oleh skinhead seperti organisasi ARA (Anti Racist Action) atau pun RASH (Red and Anarchist Skinhead), yang secara jelasjuga merupakan sebuah gerakan politikal penentangan terhadap sistem kapitalisme.
Yang sangat disayangkan adalah-sebuah fenomena yang terjadi dinegeri sialan ini, yaitu, bahwa bagaimana sebuah budaya resistensi yang radikal menjadi hanya sebuah budaya tren global dari kapitalisme. Budaya punk yang sebenarnya sudah dikenal disini sejak sekitar lima sampai sepuluh tahun yang lalu tak ubahnya sebagai sebuah budaya pop. Punk/hc disini hanya diterima sebagai sebuah entertainment, tidak lebih. Belum pernah massa punk/hc disini membuat pergerakan-pergerakan nyata dalam menentang kapitalisme, selain hanya mengkonsumsi produk kapitalisme secara buta. Tak pernah ada kesadaran disini mengenai hal-hal konsumerisme (yang sebenarnya adalah anak emas dari kapitalisme), dan bagaimana seharusnya kita berdiri menentangnya.
Mungkin
juga bahwa informasi disini yang menjadi sebuah barang yang sangat
mahal harganya adalah salah satu penghambat, mengapa sampai kini budaya
resistensi dari punk/hc baru muncul setelah sekian tahun datang dan
berkembang. Tapi hal ini bukanlah terlalu masalah apabila kita mau
saling berbagi informasi yang kita miliki, menghilangkan prasangka
kompetisi yang tidak sehat, dan menjalin solidaritas. Dan kita mulai
untuk lebih memperhatikan juga soal lirik-lirik lagu yang sering kita
dengar, yang sering menjadi sebuah keheranan tersendiri, bahwa bagaimana
rekaman-rekaman dari band CONFLICT, EARTH CRISIS, PROPAGANDHI, DISRUPT,
BRUTAL TRUTH dan lainnya, tidak pernah menjadikan diri kita lebih
kritis dalam berpikir dan bertindak. Sudah saatnya kita menelaah lagi
lirik-lirik dari band-band tersebut. Mungkin juga mendiskusikan dan
membicarakannya dengan teman, tidak sekedar membahas mengenai soalan
band tersebut tanpa pernah sekalipun membahas mengenai makna dari
lirik-liriknya. Kita dapat mulai mendidik diri kita sendiri. Pengetahuan
dan pendidikan bagi massa punk/hc sebenarnya sudah terhampar luas,
seluas masuknya berbagai macam rekaman dari band-band seperti itu ke
Indonesia. Dan kita semua dapat belajar dari sana, ya setidaknya untuk
awal terbukanya pikiran kita terhadap lingkungan sosial di sekitar kita.
Bagi
yang sudah atau setidaknya sadar akan ketidakadilan sistem yang berlaku
dan mulai mengangkatnya dalam lirik-lirik lagu kita, atau mengangkatnya
dalam tema-tema dalam newsletter atau fanzine kita,
sudah saatnya bagi kita untuk tidak berhenti sampai disitu. Tetapi
mulailah untuk mengangkat tema-tema tersebut dalam kehidupan kita
sehari-hari.
Memberontaklah dalam keseharian semua setelah kalian kenali musuhmu. Reasanya sudah cukup bagi kita semua untuk hanya duduk diam dan mendengarkan musik seakan tanpa makna. Kitalah generasi yang berbeda dengan generasi mainstream, dan sudah saaatnya kita untuk membedakan gerakan praksis kita dengan apa yang dilakukan oleh generasi mainstream.
Memberontaklah dalam keseharian semua setelah kalian kenali musuhmu. Reasanya sudah cukup bagi kita semua untuk hanya duduk diam dan mendengarkan musik seakan tanpa makna. Kitalah generasi yang berbeda dengan generasi mainstream, dan sudah saaatnya kita untuk membedakan gerakan praksis kita dengan apa yang dilakukan oleh generasi mainstream.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar